Kegugupan yang medera seseorang dapat mempengaruhi kata yang
dilafalkannya. Kegugupan ini disebabkan oleh proses adaptasi di lingkungan
baru, dan boleh juga karena keterkejutan yang luar biasa.
Hal inilah yang terjadi pada pemuda minang yang merantau ke
Jakarta. Ia mencoba bersosialisasi di tempat barunya dengan menyusuri keramaian
perkotaan.
Hingga dalam perjalanannya tibalah
ia di pasar, tepatnya di lokasi perjudian dadu. Seraya berjongkok, ia memperhatikan
dengan serius. Peminat judi kelas teri ini tengah ramai kala itu. Cukup lama ia
nongkrong. Namun, tiba-tiba, di tengah keasyikannya menonton, ada razia dari
satpol pp. Semua orang, baik yag terlibat
maupun tidak dalam judi itu terkesiap dan panik. Sebab jika terjadi razia,
prinsip yang digunakankan Satpol PP adalah mengkut semua barang bukti tanpa
tersisa. Termasuklah pemuda yang hanya melihat-lihat. Saat akan digiring masuk
ke truk pengamanan, sang pemuda mencoba bertahan.
“Saya nndak sata pak,” katanya dengan logat indonesia
keminangan sambil mengangkat tangannya..
“Pokoknya, sata tidak sata naik,” tegas Satpol PP kepadanya.
Jadi penggunaan kata “sata” sebenarnya keliru. Tapi lantaran
pemuda tersebut tengah terkejut, ucapannya tidak lagi terkontrol. Maksud yang
sebenarnya adalah “sato”. “Sato” dalam bahasa Indonesianya berarti “ikut”,
bukan “sata”.