Pengaruh Tempat terhadap Intensitas Seksual


Si Yung Kanun pernah bercerita, mengkategorikan beberapa orang yang memiliki intensitas seksual yang rutin. Hal itu itu ditentukan oleh sejumlah sebab.
 
      Perlintasan kereta api.
Kereta api terus melintas sepanjang hari. Termasuk pada malam hari ketika orang-orang tengah tertidur pulas. Saat kereta api melintas, ototmatis akan membangunkan orang yang telah tidur. Hal ini disebabkan dari kebisingan saat kereta api menggesek rel. Jika sudah terbangun, orang-orang tersebut tentu akan sulit untuk melanjutkan tidurnya. Saat itulah aktivitas seks menjadi pilihan. Dengan demikian, semakin sering kereta api melintas, kian itu pula orang terbangun. Dan saat itu pula seks menjadi pilihan aktivitas selanjutnya.

       Suhu yang dingin.
Menurut tialopa di daerah yang dingin bisa membuat orang-orangnya lebih rajin mandi. “Tiok wakatu sumbayang mandi” (setiap waktu salat mandi). Udara yang dingin akan membuat orang malas beraktivitas. Namun, tidak untuk aktivitas seksual. Udara yang dingin justru meningkatkan hasrat seseorang untuk melakukan hubungan seksual yang frekuensinya bisa lebih dari satu kali dalam sehari. Karena lebih dari satu kali, berarti mandinya pun akan lebih dari satu kali juga.

Saya Mohon Maaf



Saya mohon maaf jika saudara menganggap ini sebuah kesombongan
Cuma saya mengingatkan bahwa saya hanya akan memberikan senyum dan sapaan kepada orang yang berhak

Saya mohon maaf kalau saudara membilang ini semacam ketinggihatian
Tapi saya akan memberikan kepedulian kepada manusia yang terseleksi saja

Saya mohon maaf agar saudara menghargai sikap saya ini
Karena saya berharap hidup akan lebih bermakna jika saling menghormati

Saya mohon maaf apapun sikap ini tentu tidak akan mempengaruhi kualitas hidup masing-masing manusia bukan?

Jadi, hiduplah dengan kehidupan sendiri
Jangan pikirkan etika orang lain sebelum berkaca
Dan jangan lagi mempersoalkan segalanya sebelum merefleksi
Atas perhatian, harap dimaklum

                Akhir kata, saya ucapkan terima kasih

Taraso(h)n


Ada guru yang baru pindah dari mentawai hadir di sekolahku. Namanya Pak Rahmad. Kedatangan Pak Rahmad menghadirkan suasana baru di majelis guru. Guru Bahasa Inggris ini langsung mudah beradaptasi di SMA 4 Pariaman. Ia punya segudang pengalaman menarik saat ia berdinas di Mentawai. Beberapa di antaranya seperti yang disampaikannya di sela istrirahat.

“Pernah ado urang mentawai nio balanjo di kadai. Urang yang punyo kadai tu urang minang, baru nikah atau penganten baru. Kebetulan pulo inyo sedang basah lo rambuiknyo.”

Pembeli               : lai tarasoh (ada terasa).
Penjual                : apo?
 Si penjual mengerutkan dahi.
Pembeli               : lai... tarasoh
Kali ini pembeli mengatakan dengan tekanan yang lebih tinggi.
Penjual                 : a.... kecek ang?!
Tanya si minang sewot sambil menghampiri pembelinya.
Penjual                 :  Kurang aja ang.......

Si penjual murka dan menghajar si pembeli. Akibatnya si pembeli bingung. Apa pasal sehingga ia diperlakukan kasar oleh orang yang punya warung. Padahal ia hanya berbelanja.

Ternyata terkuak maksud dari si penjual yang sebenarnya. Karena persoalan dinamika bahasa, selisisih paham pun terjadi. Si penjual sebetulnya menanyakan “lai tarason?”, semacam obat gosok yang dapat menghangatkan tubuh. Alasan salah pengertian itulah si penjual amat tersinggung karena merasa diolok-olok si pembeli padahal tidak sama sekali.

Gara-gara tarason, wajah si pembeli menjadi “tarasoh” panas-panas. Bukan lantaran obat tarason, melainkan akibat kemarahan si penjual salah paham yang menghajarnya habis-habisan.








Lu porno wo...


Lain lagi pengalaman selanjutnya.  Masih dari Pak Rahmad. Ini terjadi di sebuah pabrik yang latarnya masih di Mentawai. Mandor pabrik itu orang cina atau warga keturunan tiong hoa lah lebih formalnya. Aksen cinanya masih kental sehingga ada beberapa huruf yang dilafalkan berbeda. Hal ini tidak jarang menimbulkan salah persepsi ketika berkomunikasi dengan karyawannya apalagi dari orang minang.

Suatu ketika si mandor yang dipangil Cip ini menegur karyawannya yang duduk santai  saja saat bekerja.

“Hei.. lu duduk-duduk aja ha...lu kowntol tu mesin ha,” tegur si mandor.

“Kowntol?” kayawan terkejut dengan ucapan sang mandor.

 “Cip, kowntol tu ini Cip,” kata karyawan sambil menunjuk bagian selangkangnya.

“Apa lu bilang? Ha.... lu porno wo...” sang mandor sengit.

Beberapa karyawan yang mendengar ucapan si Cip hanya bisa nyegir-nyengir. Padahal maksud si mandor adalah “kontrol”. Namun, karena pengucapan huruf yang tidak lengkap, ujaran yang disampaikannya menimbulkan salah tafsir bagi karyawan-karyawan yang ditegurnya.

Kenaikan BBM di Tiku

Guru mata pelajaran Muatan Lokal (mulok) di sekolahku bernama Uni Linda. Bila sudah bersua dan duduk bersama, topik yang diperbincangkan tidak jauh dari kota yang sedang  ditempati Ni Linda, yakni Tiku City. Setiap aku mencoba menggali info tentang Tiku, Ni Linda selalu menjawabnya dengan alot.

“Ni Linda, BBM ka naiak lai, di Tiku baa?” tanyaku.

“Di Tiku ndak ngaruh do,” jawab ni linda dingin.

“Ha baa lo ndak ngaruh. Maksudnyo?”

“Soalnya di tiku ndak pakai BBM do, tapi minyak karambia. jadi para baruak di Tiku sdang lembur kini mah. Nyo harus  mengejar target kini,” ujar ni linda santai.

“Ondeh dak latiah baruak tu ni linda? Sampai harus lembur lo. Samo lo jo urang tu?”

”Masalahnyo salamoko baruak lah nganggur karno batang karambia yang lah habih untuk buek rumah yang hancua waktu gampo dulu. Jadi karambia yang ditanam baliak alah tinggi batangnyao. Sehinggo kini baruak ko diperdayakan lai.”

Melahirkan Antara Normal dan Operasi


Banyak peristiwa lucu di sekolahku. Salah satunya percakapan bapak-bapak ini. 

Cerita ini berawal tentang kelahiran seorang istri. Ada yang secara normal dan ada pula melalui operasi. Setiap pilihan jalan melahirkan itu ada kelebihan dan ada kekurangannya. Istri yang melahirkan secara normal, akan dijahit sedikit bagian bawah pusarnya. Sedangkan untuk istri yang melahirkan secara operasi tentu akan dijahit beberapa bagian di perutnya. Hanya perutnya karena proses kelahiran sang anak melewati pembedahan melalui perut sang ibu. Dan Istri yang melahirkan secara normal, tidak membutuhkan waktu lama untuk pulih kembali, kemungkinan sehari saja sudah bisa jalan dan pulang. Namun, istri yang melahirkan secara operasi butuh waktu penyembuhan yang relatif lama hingga harus bebaring beberapa hari dahulu.

Singkat kata, pak in senang dengan istrinya yang melahirkan dengan operasi. Kendati harus menunggu tiga bulan sepuluh hari menunda  aktivitas seksnya, baginya tidak masalah. Beda dengan istri yang melahirkan dengan cara normal. Istri yang baru melahirkan dengan normal mengalami perubahan pada otot-otot bagian reproduksinya sehingga harus dijahit beberapa bagian. Lalu istri yang melahirkan lewat operasi tentu tidak ada perubahan pada alat reproduksinya. Jadi, pesan pak in bagi suami yang istrinya melahirkan secara normal, jangan dibiarkan dokter itu bekerja sendirian.

“Tolong dicaliaakan. Bisiakaan ke dokter tu, tinggaan seketek untuk ambo dok. Beko dijahik sadonyo baa aka lai,” terang Pak In.

“Kiro-kiro... bara ukurannyo tu Pak,” tanya Pak Fadil memancing.

Secara spontan Pak Deni menyahut, “Yo sagadang-gadang ampu kaki lah pak”.
Seketika semua tertawa lepas ha..ha..