Ada dua orang minang terlibat komunikasi di kedai. Mereka
memaksa diri bertutur dengan bahasa Indonesia, sementara kemampuan bahasa Indonesianya masih
lemah. Tak pelak hal itu menimbulkan bunyi-bunyi bahasa yang keliru. Kekeliruan
itu disebabkan dari penggubahan fonem. Keduanya beranggapan bahwa
mengindonesiakan bahasa minang cukup diganti fonemnya dari “o” menjadi “a”.
Berikut ceritanya.
Pembeli :
pak beli lada dan gula. Masing-masing sekila ya pak.
Penjual :
jadi.
Sembari mengambil barang yang dipesan pembeli, pandangan si
penjual terarah ke motor pelanggannya.
Penjual :
bagus motor kamu ya, baru ni?
Pembeli :
Oya lah pak, mereknya aja yamaha mia. Udah jauh jalannya ni pak. Udah sampai ke
muara bunga.
Penjual :
Jauh ya.
Pembeli :
Besok ni rencana ke sawahlunta lagi pak. Sata bapak ndak?
Penjual :
Sawahlunta? Mangain tu?
Pembeli :
rencana mau beli sepeda unta di sana.
Penjual :
oh teruslah. Bapak ndak sata doh. Bila-bila ajalah.Hati-hati aja lah ya. Soalnya
di jalan
banyak bingkarung.
Pembeli :
ya pak makasih. Oya Berapa belanja saya sadanya pak?
Penjual :
@#%^&*!