Pak Rahmad sang Multitalenta


Tempaan hidup yang sulit membuat manusia menjadi berdaya. Hal ini yang terjadi pada pak Rahmad. Pria kelahiran Mentawai ini mengakui saat kuliah ia sudah bekerja. Tujuannya untuk menambah uang saku dan SPP kuliahnya di UBH. Hingga akhirnya kemandirian itulah yang  mampu membuatnya  melakukan apapun pekerjaan dengan tangannya sendiri. Di samping memang beliau memiliki karakter yang antusias atau dalam istilah lainnya “paamuah”.  

Berikut adalah keterampilan yang dimiliki Pak Rahmad, baik sebagai guru maupun dalam kesehariannya di luar sekolah:
  1.   mampu memasang keramik lantai,
  2.   instalasi pipa air,
  3.   terampil membuat sumur bor,
  4. memperbaiki mesin pompa air,
  5.   ujung tombak segala kunjung-mengunjung aktivitas sosial sekolah sebagai supir,
  6.  penanggung jawab perangkat suara dalam ujian listening bahasa Inggris,
  7.  korektor LJK Pra-UN,
  8.   mengantarkan LJK Pra-UN ke Dinas Propinsi di Padang
  9.   memasang snar raket
  10.  hebat main badminton bahkan pernah juara satu tunggal putra di Mentawai
  11.   ikut mengantarkan guru SMA 4 juara 1 lomba paduan suara se-kota Pariaman
  12.  banyak cerita dari pengalamannya yang menarik
  13. bisa membuka tutup logam botol sirup hanya dengan giginya
  14. terampil menyetel snar gitar
  15. mampu menirukan suara burung murai batu, dan
  16. guru bahasa inggris.
 Itulah keluarbiasaan Bapak satu anak ini. Banyak benar kebisaannya yang membuat saya dan teman-taman kagum. Bahkan dengan koleksi kemampuannya itu membuat pak Rahmad menjadi unik sehingga kerap menjadi bahan lelucon kami setiap hari.
Pada akhirnya saya menjadi khawatir bilamana akan bersua dan mengbrol lagi dengan pak Rahmad. Boleh jadi ia bakal menyampaikan kemampuan-kemampuannya  yang berikutnya. ha ha ha.

Upah Pijitan


Guru bahasa Jepang, yang juga teman saya di sekolah, namanya Rimala Cutmaimunah. Cirinya bebobot badan jumbo, bersuara serak becek lagi kencang.  Orangnya suka bercanda vulgar atau istilah kerennya aliran kiri he he. Dan bila sudah berbicara tanpa tedeng aling-aling. Ibu dua anak ini senantiasa membawa suasana di majelis guru menjadi ramai.

Suatu ketika ia bercerita yang membuat saya dan pak Rahmad tertawa luar biasa. Begini kisahnya.

Kejadiannya di rumah. Saat itu ni cut, begitu saya biasa memanggilnya,tubuh gempalnya sedang nyeri-nyeri. Seluruh badannya terasa kurang baik. Pijitan menjadi salah satu pilihan yang tepat saat itu. Nah, kebetulan sang suami bisa memijit. Maka, minta tolonglah ni Cut kepada suaminya. Sang suami mengiyakan. Namun, lantas memberi isyarat.

“Upah den beko yo,” kata suaminya.

Kira-kira ni Cut tahulah maksud dari perkataan suaminya itu.

“Jadih nah,” balas ni Cut menyetujui.

Bagaimanapun ni Cut  ingin segera badannya bisa kembali nyaman.

Dimulailah proses pemijitan tersebut. Mulai dari punggung, pinggang, hingga kaki. Ketika dipijit, tentulah senang. Membuat badan yang dipijit menjadi rileks. Karena merasa nyamannya itu, membuat ni Cut tertidur. Sang suami tidak sadar akan hal itu. Saat pemijitan berakhir, Uda tercinta ini menyandarkan kepalanya ke bahu sang istri seraya memeluk mesra dan mempersiapkan ancang-ancangnya. Ternyata, ketika itulah diketahui bahwa sang istri telah tidur. Melihat keadaan itu, “upah” yang telah disepakati tadi tentu terancam gagal. Jika tidak jadi, bisa dipastikan akan mengacaukan dunia persilatan ha ha. Namun, sang suami tetap berupaya berbesar hati. Dengan ungkapan cinta dan ketulusan kasih sayangnya, lantas ia berkata, “anjjiang...lalok kau.”

Kami bertiga tertawa tanpa ampun. Begitulah ungkapan yang tidak biasa kita dengar justru akan terdengar lucu. Pasangan suami istri pula.Tapi saya yakin hal itu bukanlah maksud berkata kasar atau bahkan kurang ajar. Itu boleh jadi semacam komunikasi yang memang dipengaruhi oleh latar belakang sosial mereka yang tidak jauh tinggal dari pesisir pantai.

Pelajaran yang dapat dipetik dari cerita di atas adalah bayarlah “upah” di muka sebelum memijit.

Laptop


Saya termasuk yang percaya bahwa tidak ada yang kebetulan. Segala perjalanan dan aktivitas telah diatur oleh sang Pengatur. Termasuk ketika saya yang tanpa rencana mengajak yung kanun makan siang.
Masih mengendarai motor, saya telepon Yung Kanun. Keinginanan itu hadir tiba-tiba. Gayung pun bersambut. Pegawai Tata Usaha PG PAUD, UNP ini mengiyakan. Menurut pengakuannya ia memang belum makan.

Kami pun mengisi perut di tempat yang nama daerahnya kurang saya tahu. Kira-kira di deretan tempat kos si Rara dulu di Sania.

Kenyang sehabis makan. Terlintas pertanyaan saya, sekali lagi, secara tiba-tiba.

“Yung lai bapakai laptop ang yung? Pinjam den ha. Laptop den lah mati kanai banjir.”
Kali ini tidak lagi gayung yang bersambut, tapi sama ember, panci, periuk, dan bak mandinya sakalian. Yung kanun mau meminjamkan. Lantaran memang pemilik akun yang berpasword “res.....” ini tidak lagi aktif menggunakan laptop.

“Di kantua den lah ado komputer. Bisa touch screen lo lai. Aden yang mengusulkannya sado tu mah. makonya di fakultas tu heran-heran seh urang jo TU PG PAUD,” kata Yung kanun bangga.
Mendengar ceritanya itu hampir membuat saya koprol sambil bilang WOW. Namun, di hadapan saya ada meja makan, niat itu pun saya urungkan.

Lepas saya antarkan kembali  ke kantornya, saya diserahkan laptop. Saya senang karena akhirnya inilah semacam jawaban Allah dari permintaan saya, walaupun itu baru pinjaman. Alhamdulillah.

Sembilan Bulan


Hidup tak kan terhenti di bulan sembilan saja

Bulan demi bulan masih akan setia melayani asa kita; tetap mendengar dan mengikuti  senandung mimpi kita

Bulan itu akan menjaganya hingga kenyataan nanti tiba

Kita harus kuat sayangku
karena Allah telah mempersiapkannya dalam kinerja waktu

Kiu-kiu


Pak Rahmad kembali melanjutkan cerita lainnya.

Ada seorang lelaki tengah menghadapi kematiannya yang sulit. Ketika menemui ajalnya itu, ia kerap mengucapkan kata “hiu hiu hiu. Kata-kata itu secara tersirat semacam permintaan terakhirnya. Oleh orang rumahnya dibuatlah gulai ikan hiu. Ternyata bukan itu yang dimaksud. Keluarga pun bingung lantaran semakin tidak mengerti.

 Hingga suatu waktu datanglah teman akrabnya yang tahu betul maksud temannya yang mau meninggal itu.
Iko yang dimintaknyo ha...” kata sang teman sambil menunjukaan kartu domino. Menurut penuturan temannya, mereka berdua kerap bermain kiu-kiu bersama.

Singkat cerita, lelaki yang sakratul maut itu bangkit dan main kiu-kiu dengan temannya. Saat sang calon almarhum coki, ia menjentikkan jari telunjuknya ke meja. Semangatnya menjentikkan jari , saat itu ajal mengakhirinya. Ia dipanggil dengan mulutnya mangap dan mata yang membelalak.
Innalillah......
Nauzubillah.....