Tuti Handriani



Ia menjadi sahabatku sejak kami tergabung dalam subuah organisasi pers kampus. Pers kampus itu Ganto. Aku bertemu dengannya sekitar tahun 2006. Lumayan banyak waktu habis dengannya, di samping memang juga sahabat lainnya seperti Yung Yasman, tialopa, angie, yosi, dll.

Sejak saat itu ada 3 hal penting yang aku peroleh darinya:
  1. Aku dan Rice, yang menjadi istriku sekarang merupakan buah ketulusannya mempersuakan kami sehingga kami pacaran dan berhasil ke jenjang pernikahan.
  2. Menunjukkan cara mengetik dengan 10 jari. Biasanya kalau aku mengetik di papan ketik komputer hanya jempol, jari tengah, dan dominan telunjuk di kanan dan kirinya. Tapi sekarang, semua jari telah berfungsi dengan porsinya masing-masing.
  3. Menganjurkan aku menulis di blog. Di tengah keresahan dan kebosanan yang aku alami, wanita Lasi, Bukitinggi ini memberikan masukan kepada saya agar membuat catatan online tersebut. Masukannya pun saya ikuti hingga sekarang. Semuanya pun menjadi segala penawar yang luar biasa.

 Terimakasih bro Tuti Handriani dan teruslah menginspirasi.

Mengajar


Mengajar menurut saya merupakan aktivitas memberitahu, membimbing, dan menilai.

Saya punya keyakinan bahwa setiap orang bisa mengajar. Cuma tidak semua orang bisa mengajar dengan baik. Mengajar butuh keterampilan yang wajib dilatih dan didalami secara terus-menerus.

Untuk itu, bagi Anda yang berprofesi  atau yang bergelut di dunia ajar-mengajar ini, perlu mengawali dengan memperhatikan tips berikut.
  
  • Pengajar harus memulai interaksi dan komunikasi dengan siswa, seperti memperkenalkan nama dan sedikit latar belakang. Hal itu berguna sebagai jembatan awal menumbuhkan keakraban antara pengajar dan yang diajar.
  • Memaksimalkan media yang ada. Bila menggunakan papan tulis untuk menuliskan materi, pengajar membagi atau membatasi papan tulis lebih dahulu menjadi  tiga bagian dengan alat tulis (spidol/kapur). Supaya setiap permukaan papan tulis dapat dimanfaatkan dengan maksimal, tanpa ada sedikit pun sisi yang kosong. Hal ini bertujuan menghindari dan meminimalisasi tindakan penghapusan tulisan yang berulang-ulang di papan tulis
  • Gunakan spidol yang berwarna-warni agar menarik perhatian siswa dan memudahkannya dalam memahami materi yang ditulis
  • Ketika menyampaikan materi tidak perlu terlalu cepat. Setiap siswa memiliki daya tangkap yang berbeda-beda sehingga penyampaian setiap kata dan kalimat harus diatur dengan lafal dan intonasi yang tepat.
Demikianlah langkah sederhana yang bisa dipraktekkan bagi pengajar. Di samping memang terus mencari ilmu dan pengetahuan yang tiada batas. Saya menjadi ingat pernyataan dari seorang tokoh (lupa namanya) yang ditujukannya kepada pengajar bahwa jika Anda tidak mau belajar Anda harus berhenti mengajar.

Kekeliruan Berpikir



Lain lagi kisah tentang salah seorang temanku. Manusia itu Yung Kanun Dalang (YND) namanya. Cieklah..... pakai singkatan pula. Sudah seperti nama pemimpin politik saja hehe. YND ini mengalami berbagai kejadian konyol yang disebabkan dari kekhilafannya dalam berpikir. Akibatnya, tingkah laku kadang keliru dan bila berbicara kerap keseleo lidahnya.

Berikut beberapa peristiwa itu:
1.       Pasta gigi ia oleskan ke wajah
2.       Saat wudu, ia awali melumuri rambutnya dengan sampo, padahal rambutnya tidak basah 
3.       Ketika mencari-cari sesuatu di kamar, tanpa sadar ia masih pegang wajan ricecooker kemana-mana 
4.       Kran air kamar mandi dibiarkan mengalir dan tidak peduli air telah melimpah 
5.       Begitu juga dengan kipas angin yang tetap berputar seharian semalaman kendati tidak di tempat  
6.       Gunung Padang ia sangka gunung siti nurbaya 
7.       windows 8 (eight) ia bilang windows 2008.
8.   minum es rumput laut ia tiup terlebih dahulu

Barangkali masih ada kekeliruan lainnya. Jika dapat informasi baru, akan aku perbarui lagi tulisan ini nantinya. 



Nasi Uduk dan Cerita Magis



Menjelang ke Kota Pariaman, saya singgah sejenak di Ulakan, Padangpariaman. Saya sarapan nasi uduk atau nasi gurih di salah satu warung penduduk setempat, tepi jalan. Lumayan sering juga saya makan di sana karena menunya menjadi salah satu favorit perut saya.

Sambil menyuap-nyuap, ada seorang bapak paruh baya di meja yang sama. Saya lemparkan pertanyaan mengenai  basapa atau bersafar. Kebetulan Ulakan menjadi sentral ziarah kubur Syekh Burhanudin yang dilakoni oleh Jemaah Syattariah yang kebetulan baru saja berakhir.
Saya yakin warga sekitar adalah bagian dari jemaah itu.  

Menurut beliau kegiatan basapa itu diisi dengan kegiatan berzikir, salat, dan berdoa. Segala harapan dihanturkan di sana. Banyak jemaah Syatariah ini yang datang dari madura, malaysia, palembang, dan beberapa daerah sumatera barat lainnya. Saya pun berkerut dahi, tidak menyangka,ternyata pengaruh Jemaah Syatariyah ini luar biasa hingga ke penghujung Jawa. Hal ini dapat saya lihat dari lautan manusia ketika datangnya hari H nya itu.

Informasi yang saya peroleh selanjutnya adalah Syekh Burhanudin itu penyebar agama Islam di Sumtera Barat. 

Kemudian beliau bercerita bahwa dahulunya Syekh ini dari Mekah kembali ke Indonesia hanya dengan lapik sumbayang. Saya pun terperangah. Seusai itu saya kian terhenyak bahwa ketika meninggalnya, jasad Syekh terbang kemudian diikuti oleh burung-burung. Lalu pemakamannya tanpa dibantu oleh orang lain. Dalam arti kata terkubur sendiri di tempatnya kini sekarang.

Lalu sang punya jualan, seorang ibu mengatakan bahwa Ulakan, tepatnya di kuburan Syekh ini layaknya Mekah kecil. Ibu itu melanjutkan, pernah ada suatu kejadian yang dialami pasangan suami istri. Sang istri dicemooh oleh suaminya lantaran ziarah basapa ini. Lalu ketika istrinya pulang dari basapa sang suami ngomong-ngomong sendiri alias gila.

Nasi uduk habis saya lumat. Saatnya melanjutkan perjalanan. Kebenaran hanya milik Allah; sedangkan manusia berusaha memiliki pembenaran.

Operator Film



Sabtu, 5 Januari 2013, bioskop Raya, Padang. Ada pemutaran film Habibie & Ainun. Warga Padang tampak antusias menonton. Hal ini dilihat dari antrean panjang saat membeli tiket. Di antara banyak  dan padatnya di sana, saya dan istri menjadi salah satu pasangan yang hadir.
Tiba gilirannya, pukul 17.30 WIB, kami dan penonton lainnya masuk ke bioskop, berdesakan pula itu. Saya duduk di nomor G5 dan G6. Lumayan di tengah lah. Yang lain ternyata masih banyak salah menempati kursinya. Tak tahulah apa sebabnya.

Sekejap saya putarkan pandangan ke sekeliling ruang. Pandangan saya terhenti di belakang atas. Di sanalah tempat operator memutar film dengan berbagai perangkatnya itu. 

Tiba-tiba saya menerawang ingat masa kecil di Duri. Papa saya pernah bekerja di balik pemutaran film-film. Dulu beliau adalah operator film di movie kompleks caltex. Saya ingat betul, walaupun tidak rinci, bagaimana bentuk aktivitasnya di atas sana. Sebab saya sering nonton di ruang operator tersebut sambil menemani papa. Jadilah saya penonton yang paling tinggi duduknya. Saya menonton bertopang dagu, mencogokkan sedikit kepala di jendela kecilnya. Seru juga dan saya merasa beruntung karena saya bisa mengetahui langsung proses kerjanya. 

Jadi, gambar atau tayangan raksasa yang kita tonton di bioskop itu berasal dari kumpulan pita film. Pita itu seperti  film negatif kodak yang dipergunakan pada kamera lama. Film itu terputar dengan alatnya yang dipantulkan dengan pencahayaan.

Pita film itu bisa terdiri atas 2 -3 rol atau gulungan. Setiap satu rol berakhir diputar, rol tersebut dikeluarkan dari alatnya. Kemudian rol yang telah dikeluarkan tadi diputar kembali dengan katrol secara manual (diputar dengan tangan). Tujuan pita film itu diputar agar posisinya kembali ke awal karena  film itu akan ditonton oleh penonton berikutnya. 

Begitulah sedikit informasi yang saya ketahui. Saya menyesal tidak terlalu banyak menggali informasi ketika itu. Sehingga informasi yang tertulis ini tidak begitu maksimal.  Maklumlah kala itu masih kecil he.he.

Layak Diapresiasi


Menurut saya, kepadatan erat kaitannya dengan kerumitan. Namun  ternyata tidak untuk profesi yang satu ini. Profesi itu adalah juru parkir atau tukang parkir motor. Mereka yang tergabung dalam pekerjaan dorong-mendorong ini bukanlah sembarang orang. Job des profesi ini membutuhkan ketepatan pikiran, koordinasi kaki dan tangan yang mumpuni.

Inilah yang saya perhatikan ketika berkunjung ke Pasar Raya Padang. Dengan lihai, tukang parkir paruh baya itu menempatkan motor saya di celah sempit barisan motor. Begitupun saat saya pulang. Sang juru parkir dengan mantap mendorong motor saya keluar dari parkir yang amat padat dan cepat pula.

Hal ini semakin meyakinkan saya bahwa pekerjaan ini tidaklah gampang. Saya tidak bisa membayangkan jika jasa parkir ini tidak ada di Pasar sana.

Timbul pertanyaan. Apakah pekerjaan ini memerlukan teori dan pelatihan khusus? Tentu saja ia. Mereka belajar dan berlatih dari teriknya matahari, derasnya hujan, dan desakan kehidupan yang harus dipenuhi. Apalagi tidak semua dari penghasilannya itu masuk ke sakunya. Akan ada tuntutan upeti, komisi, dan setoran yang harus dipikirkan.

Mereka memang layak diapresiasi.