Kini guru dituntut
membuat karya Tulis Ilmiah (KTI). Selain untuk pemenuhan angka kredit kenaikan
pangkat, KTI juga menjadi salah satu cara guna meningkatkan kompetensi yang
dimiliki para pendidik.
Setiap karya tulis
ilmiah pun wajib diseminarkan. Tujuannya adalah sebagai bentuk pengujian agar
keabsahan KTI yang dimiliki guru tersebut mendapatkan legalitas. Dengan demikian, KTI dapat
dipertanggungjawabkan secara objektif.
Lalu timbul
permasalahan, bagaimana dengan konsep dan terapan seminar itu sendiri. Hal itu
masih belum jelas bagi kalangan guru karena belum adanya wadah ketika KTI harus
diseminarkan.
Menilik
dari perguruan tinggi yang memiliki Lembaga Penelitian (Lemlit) atau Penelitian
dan Pengembangan (Litbang) sebagai forum ilmiahnya, tidak ada salahnya hal itu
menjadi acuan atau PR bagi dinas pendidikan. Dinas pendidikan yang notabene
membawahi para guru di sekolah, saatnya membentuk forum ilmiah sebagaimana
Lemlit dan Litbang tadi. Fungsinya agar KTI yang dibuat guru dapat diuji di
forum ilmiah tersebut. Untuk itu, dinas pendidikan bisa merumuskan konsep yang
tepat dalam mewujudkannya. Dinas pendidikan dapat mencanangkan forum ilmiah itu
dengan sistem yang meliputi penjadwalan, peserta, penguji, pembimbing dan
penanggung jawabnya supaya apa yang telah dibuat berjalan secara konsisten.
Apabila sudah
terbentuk forum ilmiah ini, dengan sendirinya akan meningkatkan motivasi dan
apresiasi para guru terhadap KTI. Para pendidik yang terhormat akan
berlomba-lomba mempersiapkan KTI karena sudah memiliki tempat untuk penilaian hasil
penelitiannya. Dengan kata lain, karya yang telah dihasilkan tidak menguap
begitu saja. Aktualisasi diri guru pun akan bertambah yang akan berbanding
lurus dengan kualitas dunia pendidikan dan pengajaran di Indonesia. Semoga.