Guru bahasa Jepang, yang juga teman saya di sekolah, namanya
Rimala Cutmaimunah. Cirinya bebobot badan jumbo, bersuara serak becek lagi
kencang. Orangnya suka bercanda vulgar
atau istilah kerennya aliran kiri he he. Dan bila sudah berbicara tanpa tedeng
aling-aling. Ibu dua anak ini senantiasa membawa suasana di majelis guru
menjadi ramai.
Suatu ketika ia bercerita yang membuat saya dan pak Rahmad
tertawa luar biasa. Begini kisahnya.
Kejadiannya di rumah. Saat itu ni cut, begitu saya biasa
memanggilnya,tubuh gempalnya sedang nyeri-nyeri. Seluruh badannya terasa kurang
baik. Pijitan menjadi salah satu pilihan yang tepat saat itu. Nah, kebetulan sang
suami bisa memijit. Maka, minta tolonglah ni Cut kepada suaminya. Sang suami
mengiyakan. Namun, lantas memberi isyarat.
“Upah den beko yo,” kata suaminya.
Kira-kira ni Cut tahulah maksud dari perkataan suaminya itu.
“Jadih nah,” balas ni Cut menyetujui.
Bagaimanapun ni Cut ingin segera badannya bisa kembali nyaman.
Dimulailah proses pemijitan tersebut. Mulai dari punggung,
pinggang, hingga kaki. Ketika dipijit, tentulah senang. Membuat badan yang
dipijit menjadi rileks. Karena merasa nyamannya itu, membuat ni Cut tertidur.
Sang suami tidak sadar akan hal itu. Saat pemijitan berakhir, Uda tercinta ini menyandarkan
kepalanya ke bahu sang istri seraya memeluk mesra dan mempersiapkan
ancang-ancangnya. Ternyata, ketika itulah diketahui bahwa sang istri telah
tidur. Melihat keadaan itu, “upah” yang telah disepakati tadi tentu terancam
gagal. Jika tidak jadi, bisa dipastikan akan mengacaukan dunia persilatan ha
ha. Namun, sang suami tetap berupaya berbesar hati. Dengan ungkapan cinta dan
ketulusan kasih sayangnya, lantas ia berkata, “anjjiang...lalok kau.”
Kami bertiga tertawa tanpa ampun. Begitulah ungkapan yang
tidak biasa kita dengar justru akan terdengar lucu. Pasangan suami istri
pula.Tapi saya yakin hal itu bukanlah maksud berkata kasar atau bahkan kurang
ajar. Itu boleh jadi semacam komunikasi yang memang dipengaruhi oleh latar
belakang sosial mereka yang tidak jauh tinggal dari pesisir pantai.
Pelajaran yang dapat dipetik dari cerita di atas adalah
bayarlah “upah” di muka sebelum memijit.