Klarifikasi dan Filosofi


Motor saya sudah patutnya dicuci. Ia akan diistirahatkan seminggu dengan keadaan yang harus bersih agar ia menikmati masa rehatnya dengan nyaman. Ia tidak lagi dikebiri karena sang Tuan libur selepas ujian semester sekolah. 

Saya upahkan cuci motor tidak jauh dari rumah. Tiba di tempat tujuan ternyata banyak remaja tanggung yang nongkrong. Barangkali mereka sekadar duduk-duduk sembari melihat salah satu temannya yang bekerja sebagai tukang cuci motor.

Nongkrong dan mengbrol atau maota adalah dua hal tak terpisahkan. Beberapa obrolan mereka terekam oleh saya. Berikut kutipan percakapannya.

Remaja 1             :ang patang makan sate surang-surang seh mah
Remaja2              :makan sate? Bilo dang?
Remaja 1             :Patang mah. Icak2 dak tahu loh ang
Remaja 2             :mah loh dima ang tahu?
Remaja 1             :Tu rambuik ang kanai kuah sate
Remaja 2             :Ampek amaang dang.

Remaja 2 dan teman-temannya yang lain sontak tertawa mendengar dialog tersebut. Termasuk juga saya. Saya mengira remaja 1 serius bertanya dan berklarifikasi. Ternyata itu modusnya untuk mencemooh. Remaja 1 hanya mencoba menggoda remaja 2 lantaran rekannya itu memiliki rambut berwarna kuning akibat bigen.

Tergeleng-geleng saya.

Selang beberapa waktu, tema pun berganti. Tidak tahu apa pasalnya, remaja 3 berfilosofi dengan sok tahunya. Ia mengatakan:
  
“Jangan salahkan bunda mengandung; tapi salahkan ayah yang mencetak.”
Gedubrak @@?!%^$£