Berawal dari Mental


Ada hal paradoks yang dialami dalam diri siswa. Misalnya, beberapa siswa begitu fasih berbincang berbagai masalah dengan temannya. Mereka dengan lancar menuangkan isi hati dan pikirannya lewat obrolan yang panjang x lebar. Bahkan tanpa mereka sadari, apa yang mereka lakukan menggaggu suasana saat pelajaran di kelas. Namun, ketika masuk dalam suasana diskusi belajar, saat memperbincangkan suatu tema yang ditentukan guru, beberapa siswa ini hanya diam. Para pengbrol yang biasa cenderung ribut di kelas ini tidak lagi mampu berbuat apa-apa. Mereka kehilangan sentuhan dalam kemahirannya berbicara.

Selain berdiskusi, dalam pelajaran mengarang pun demikian. Saat ditugaskan mengembangkan ide dalam sebuah karangan yang utuh, mental mereka otomatis memblokade. Langsung buntu menerima ajakan “tantangan” dari guru. Mereka secara tegas mengatakan tidak bisa mengarang. Padahal mencoba saja belum. Ada apa sebenarnya dengan fonemena ini?

                Inilah yang dialami sebagian besar siswa di sekolah. Ketika mengobrol atau “curhat” dengan durasi tanpa batas mereka mampu. Akan tetapi, jika sudah menyangkut pelajaran, jalur otak mereka seketika mati suri. Persoalan ini tidak lain disebabkan oleh paradigma yang melemahkan mereka sendiri. Padahal intinya adalah mencoba. Contohnya untuk menulis. Belajar menulis sebenarnya tidaklah sulit. Ide yang paling gampang untuk dikembangkan untuk pembelajaran menulis berasal dari gagasan pengalaman sehari-hari. Mereka sudah punya modal penting dari peristiwa atau keadaan yang mereka alami sendiri. Termasuk apa yang selama ini menjadi bahan obrolan-obrolan sehari-hartinya. 

Begitupun ketika diskusi. Pada dasarnya setiap obrolan kalau kita cermat, semuanya mengandung pelajaran berharga yang dapat dipetik. Dari pelajaran itu kemudian dapat dijadikan bahan diskusi. Apakah untuk dipertanyakan atau sebagai solusi bersama dalam dalam forum diskusi. 

                Jadi permasalahannya terletak pada mental. Mental untuk mau belajar dan menerima segala apa yang menjadi “tantangan” mereka sebagai siswa. Peran guru sangat penting dalam menguatkan mental itu. Caranya yakni memotivasi dengan contoh-contoh nyata yang dekat dengan lingkungan siswa itu sendiri.