Aku benar-benar mudah
terenyuh. Tersentuh apabila sudah berbicara atau melihat seorang anak dengan
segala tingkah lakunya. Bisa dipastikan inilah efek dari kerinduan manusia yang
mendambakan keturunan.
Ceritanya Aku salat jumad di
mesjid dekat rumah. Ternyata inilah salat yang untuk pertama kalinya selama
hidup, aku menangis. Hari yang penuh sejarah. Penyebabnya adalah ketika aku
diperlihatkan interaksi antara sang ayah dan anaknya yang masih kecil. Ketika
khatib naik mimbar anak kecil itu dipangku ayahnya hingga tertidur pulas.
Ketika iqamat mengumandang
pertanda akan dilaksanakannya salat jumad, sang anak tak kunjung mau beranjak
dari pangkuan ayahnya. Ia terlalu nyaman dengan tidurnya hingga tidak bisa
dibangunkan. Hebatnya ayah yang luar
biasa tersebut tidak lantas memaksa anaknya untuk berdiri untuk sama menunaikan
salat. Sang ayah lebih memilih agar anak tetap tertidur di pangkuannya. Untuk
itu sang ayah mengerjakan salat dengan duduk saja. Tujuannya hanya satu agar
sang anak tidak terganggu tidurnya. Sepanjang salat, posisi anak tidak berubah
tetap dalam pangkuan mesra ayahnya.
Aku benar-benar tak kuasa
menahan haru hingga tersedak hebat manahan tangis sejak takbiratul ihram. Aku
dapat memetik pelajaran bahwa kasih sayang orang tua kepada anak sungguh tak
terkira. Bagi orang tua, bagaimanapun anak tetap menjadi prioritas. Dan
mahasuci Allah yang mengizinkan seseorang untuk salat dalam keadaan yang tidak
memaksa untuk selalu berdiri. Boleh sambil duduk, bahkan terbaring sekalipun.
Aku melankolis sejadi-jadinya meneteskan air mata. Begitulah kasih sayang
orangtua kepada anak. Kasih sayang yang melebihi dari segala apapun di dunia.
Kasih sayang yang ikhlas.
Pada akhirnya, aku menjadi
semakin ingin merasakan itu pada penerusku. Amin...