Memberi adalah komunikasi yang terbaik.
Pesan ini berawal saat seorang anak
yang kedapatan mencuri obat di apotek. Ia telah beberapa kali mengambil obat
untuk ibunya yang sakit. Ketiadaan uang untuk membeli obat menjadi pilihannya
sehingga ia berani mencuri.
Akibat perilakunya, ia dimaki-maki oleh sang pemilik di
depan umum. Selain itu, kepalanya pun ditoyor-toyor oleh pemilik apotek.
Hingga akhirnya datanglah seorang pemilik rumah makan. Pria
paruh baya tersebut mencoba melerai kemarahan sang pemilik apotek. Ia lantas
bertanya, apa penyebab sehingga anak ini dimarahi.
“Ia telah mencuri obat dari tempatku berulang kali. Aku kesal
dibuatnya,” katanya murka
“Baik, biarlah aku yang bayar semua obat yang dicurinya.”
Kemudian pria tersebut memanggil anaknya untuk mengambilkan
semangkuk sup panas untuk si anak tadi yang dibantunya. Kemudian obat tadi
dimasukkan ke bungkusan sup.
Anak kecil malang mendongak cukup lama ke arah pria yang
telah membantunya. Lalu ia berlari pulang.
Tiga puluh tahun setelah itu, pria yang pernah menolong
tersebut jatuh sakit. Biaya pengobatan di rumah sakit sangat mahal. Untuk
membayarnya, sang anak terpaksa menjual kedainya.
Anak gadis pria itu tampak sedih. Ia bingung bagaimana cara
membayar biaya pengobatan di rumah sakit untuk ayah tercintanya.
Esok harinya, saat sang gadis tengah tidur memangku tangan
di tempat ayahnya berbaring, ia diberi struk pembayaran semua biaya rumah
sakit. Alangkah terkejutnya sang anak karena biaya semua pengobatan ayahnya
adalah 0 Baht.
Pada kertas struk tersebut, terselip catatan bahwa biaya
rumah sakit itu telah dibayar 30 tahun lalu dari sebungkus sup dan obat.
Ternyata, dokter yang menangani sang ayah adalah seorang
anak yang dulu telah dibantu sang ayah ketika ketahuan mencuri obat di apotek.
Cerita ini dikemas dalam tayangan sebuah iklan operator
seluler di Thailand. Banyak penontonnya yang terinspirasi dan terharu menyaksikannya.
Tayangan ini menjadi sebuah iklan yang menawan sehingga
membuat banyak penontonnya menangis.