S
|
etelah kuparkirkan motor, langsung aku berikan uang ke Pak
Lek. Uang yang aku sodorkan merupakan jasa parkir di stasiun PT KAI. Meski
ilegal, karena tidak disertai karcis, aku ikhlas. Dan lagi pula memberinya atas
kesadaran diri sendiri.
Kemudian sebagai catatan juga, sebenarnya biaya parkir di
sana tidaklah sebanding bila dilihat durasinya sejak pagi hingga senja hanya
dikenakan Rp2 rb. Namun pagi ini, pria baya dengan warna kulit gelap ini tidak
lagi menerima uang dariku.
“Agiah se beko jo urang yang sore tu. Ndak paham wak lai
do,” ujarnya dengan logat jawa.
Aku terkejut mendengar pernyataannya. Ada apa gerangan. Dari
raut mukanya terlihat ia memendam ketidaksenangan. Perawakannya agak mengeras
dengan gerakan tubuh seperti merajuk.
Baiklah aku coba menduga-duga apa penyebabnya.
- Pak Lek sudah tidak minat lagi menerima uang parkir
- Bertengkar dengan teman sejawatnya yang juga mengutip uang parkir
- Dilarang pihak PT KAI
- Atau tersinggung dengan ucapan para pemarkir motor
Kuat dugaanku masalahnya ada pada nomor dua. Karena memang
di parkiran tersebut ada dua orang yang mengutip uang parkir. Pak Lek pagi
hari, dan satunya lagi seseorang pada sore hari. Jika sudah membayar pagi hari
kepada Pak Lek, otomatis sorenya tidak. Nah di sini lah barangkali pemicunya.
Boleh jadi ada kesenjangan pendapatan antara pagi dan sore yang mengakibatkan
rusaknya manajemen perparkiran. Dan ini juga kemungkinan yang membuat Pak Lek
mengambil keputusan untuk tidak menerima uang parkir lagi.
Tapi bagaimanapun Pak Lek berhak menerima uang itu. Tidak
lantas ia menolak uang parkir karena menurutku dialah orang partama atau lebih awal
yang berada di parkiran. Saranku kepada Pak Lek terima saja uang parkir karena
itu rezekinya. Dan rezeki tidak boleh ditolak.
Tulisan ini masih sebatas asumsi. Bisa benar atau juga
salah.Tapi setidaknya aku mencoba menguak gambaran apa yang terjadi pada Pak
Lek. Kalau ada punya asumsi lain, tolong beritahukan kepada rumput yang sedang
goyang Caisar.
19/11/2013