Bahasa Indonesia menjadi salah satu mata pelajaran
keterampilan. Keterampilannya terdiri atas mendengarkan, membaca, menulis, dan
berbicara.
Selain keterampilan mendengarkan, siswa sebagaimana yang
saya perhatikan sehari-hari terkendala dalam hal kemampuan menulis. Mereka
seakan enggan jika diberi tugas dengan materi menulis, seperti puisi, paragraf,
cerpen, pidato, dan sebagainya.
Alasan merekaklise yakni “saya tidak pandai menulis”.
Padahal bila sudah sekolah tidak perlu lagi terucap kata-kata ini.Itulah tujuan
mereka ke sekolah guna menjadikannya tahu dan terampil. Bila ada kesulitan, ada
guru yang siap membimbing. Kapan saja.
Selain itu, penyebab lainnya yang menghambat mereka adanya
anggapan menulis itu langsung sempurna. Menulis itu harus langsung bagus,
padahal bukan itu hakikatnya. Yang utama adalah proseskarena pada prinsipnya
belajar itu berangsur-angsur. Tidak ada instan yang ujuk-ujuk langsung jadi.Para
penulis profesional pun lahir dari latihan yang berangsur-angsur.Ibarat sebuah
rumah, diawali pondasi, lantai, dinding, atap, pengecatan, dst. Semua unsur
bangunan ini tidak bisa langsung jadi. Perlu satu per satu
menyelesaikannya.Begitu juga dengan menulis. Intinya adalah action. Bagus
atau tidak, urusan belakangan.
Masalah nilai jangan dipikirkan. Tidak selamanya penilaian
diberikan berdasarkan hasil. Yang lebih utama itu adalah bisa tahu, terampil,
dan senang. Nilai bisa mengikuti karena proses juga bagian dari nilai
sebagaimana saat antusias mengerjakan latihan. Antusias tinggi, hasil kerja
belum bagus itu masih lebih baik. Ada keyakinan bahwa bila sikap semangat ini
dipupuk setiap hari, akan menghasilkan tulisan yang bagus. Saat itulah siswa
mendapatkan nilai.
Dengan demikian, ibarat kata orang bijak, dimana ada
kemauan, di situ ada jalan.Sejelek apapun hasil tulisan, itu masih lebih bagus
daripada tidak sama sekali. Artinya masih ada peluang untuk bisa menghasilkan
tulisan yang bagus.Ingat yang penting menulis dulu.
Salam super. Golden coy.
27/01/2014
No comments:
Post a Comment