Akhirnya yung kanun menyerah. Ia ingin sekali bisa punya
motor. Padahal sebelumnya selalu percaya diri dengan keengganannya memiliki kendaraan
roda dua ini.
Ia datang ke rumah saya (17/1) dengan kepucatan di bibirnya.
Ini lantaran hasratnya yang begitu tinggi barangkali. Gerimis tak menjadi
penghalang baginya ketika sampai. Mambana-bana ia agar saya bisa meminjamkan
kartu keluarga dan KTP suami istri. Maklum, itulah syarat-syarat jika membeli
motor secara kredit. Lagi pula ia ingin motor dengan nomor polisi kota padang. Karena
iba melihat mukanya, saya kabulkan juga permintaan pria lajang ini.
Saya tanya alasannya pengen punya motor. Jawabannya agar ia
bisa menghadiri baralek teman-temannya. Staf TU PAUD ini berusaha selalu memenuhi
undangan supaya suatu kelak jika ia baralek, juga dihadiri banyak temannya.Ya
elah orang nggak bakalan percaya yung baralek. Palingan disangka acara pesta
khitanan biasa hehe.
Kemudian
saya tanya lagi, “bilo ang baralek emangnyo?”
“duo tahun
lai,”.
“baa kok duo
tahun lai?”
“den lah
wisuda S2 tahun tu.”
“emang lah
ado jurusan PAUD di pasca?”
“alun.”
“yo dalang
ang.”
“lah punyo
sim ang?”
“alah.”
“kok bisa
lulus? SIM tembak?”
“lamak seh
ang.”
“polisi dek
ibo seh jo ang tu nyo.”
“bawuak ang.”
***
Nantinya, STNK dan BPKB motor yung itu akan tercantum atas
nama saya. Saya sempat khawatir karena ada desas-desus bahwa bila ada dua motor
dengan nama yang sama artinya nilai pajak akan bertambah. Namun kata si boy
jika kepemilikan motor lebih dari dua, barulah dikenakan pajak. Pajak progresif
namanya. Hal itu berdasarkan pengalaman orang tuanya di kampung.
Tapi seandainya dikenakan juga pajak progresif kepada saya,
ya yung kanun mesti bertanggung jawab akan hal itu. Selayaknya harus ada hitam
di atas putih antara kami. Dan sepertinya saya akan meminta batuan penasihat
hukum. Untuk itu, dengan tekad kuat serta langkah yang pasti, saya akan kunjungi
mini market terdekat. Eh salah, kantor pengacara maksudnya.
18/01/2014
No comments:
Post a Comment